Satu yang saya suka dari kepemimpinan Nova Iriansyah. Pelaksana tugas Gubernur Aceh ini percaya bahwa untuk meraih sukses itu tidak ada superman, apalagi superhero, yang ada adalah superteam.
Buat saya, penegasan ini adalah deklarasi out of the box Nova Iriansyah dari model kepemimpinan yang masih di orientasikan oleh beberapa aktor politik di Aceh saat ini.
Sosok kharismatik walaupun salah dan lemah akan terus dipelihara sebagai sosok superman atau superhero yang divisikan dapat membawa Aceh kembali ke zaman kejayaannya.
Pada dasarnya itu hanya proyek politik orang lingkar semata dengan harapan dapat menjadikan sang kharismatik sebagai kunci seumeukut APBA. Tidak peduli jika ujungnya adalah sang pemimpin yang akan terbidik kasus hukum.
Sampai di sini saya mengerti kenapa Nova mengawali dengan gerakan Bersih, Rapi, Elok, dan Hijau (BEREH) yang dengan serius ditindaklanjuti oleh Sekda Taqwallah, yang kemudiaan bahkan digairahi oleh para Camat.
Awalnya saya kira murni untuk membangun budaya bersih-bersih dalam pengertian sebenarnya. Pasalnya, lingkungan kerja tempat pelayanan publik memang lebih banyak tidak terurus meski semua menghayati kebersihan sebahagian dari iman.
Ternyata, melalui Sekda Aceh, Pelaksana tugas Gubernur Aceh itu sedang menyampaikan pesan kunci: ayo kita berbenah semua dan menjadi superteam untuk rakyat.
Nova sedang menyampaikan pesan kami bisa berubah, dari dulunya dilayani, sekarang kamilah yang melayani. Kami sudah turun langsung dan kami tahu apa masalahnya di birokrasi, dan ayo kita berbenah.
Sayangnya, konsekuensi dari gerakan berbenah menuju superteam ini membuat kebiasaan lama menghilang. Dulu, menjadi bagian dari kekuasaan itu adalah mendatangkan berkah.
Sekarang, justru mereka yang di dalam kekuasaan itulah yang harus menebar berkah. Jika tidak sanggup menebar berkah maka cukup tidak menjadi bagian dari pembuat masalah. Jika nekat maka tanggung konsekuensinya sendiri.
Dulu, khususnya dipenghujung periode, ketika kuah Pilkada mulai tercium harum, akan ada banyak tekanan politik, yang solusinya kerap berupa tindakan “penjinakan”.
Sekarang, Nova dengan superteamnya tidak lagi mengambil jalan itu. Baginya, bagi yang mengambil jalan kritis akan dihormati, bagi yang mengambil jalan kerjasama juga dihormati.
Karena itu, meski dalam tekanan politik, superteam Nova tetap bergerak dalam koridor sehingga tidak perlu terburu-buru dan mengalah pada tekanan politik, yang justru dapat menjadi jebakan permainan orang lingkar, yang oleh pendahulunya disebut “ka di paso lam si token basah” atau bahkan berakhir di paso lam penjara.
Untuk itu sikapnya lebih mengambil menyampaikan pesan menyentuh bagi mereka mengambil jalan teumeunak, diterima syukur, jika tidak diterima juga tidak mengapa.
Nova sepertinya paham jalan takdir politik Aceh dalam bentuk nyet-nyet politik. Dia justru terus melangkah melakukan tugasnya sebagai bagian dari superteam. Jika sukses bersyukur, jika belum sukses dia memilih menebar pesan bersabar, sebab dia percaya dibalik sikap keduanya ada pertolongan Allah SWT.
Di masa pandemi Covid-19 ini, Nova bahkan memperluas makna superteam hingga ke pusat sehingga salah satu Gubernur yang tidak takat-takat pusat adalah Nova Iriansyah. Semua kebijakan pusat disambut dengan kerja, walau menghadapi ragam dilema, khususnya terkait refocusing.
Bagi superteam Nova Iriansyah, tidak ada yang bisa dihadapi lagi dengan sendiri apalagi sekedar pernyataan orasi politik gaya perlawanan. Ujungnya kerja Aceh terkait penanganan Covid-19 diapresiasi oleh pusat.
Superteam Nova – Bereh!
Sumber: Rubrika
Oleh : Risman Rachman
Comment