BANDA ACEH – Gubernur Aceh Nova Iriansyah meyakini, kehadiran Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Aceh, akan mendorong kerjasama yang baik dan bebas korupsi antara pemerintah dan pihak swasta. Keberadaan komite ini diyakini akan menciptakan sistem kerja yang jujur dan profesional.
Optimisme tersebut disampaikan oleh Gubernur dalam sambutannya Pada Acara Pengukuhan Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Aceh, di Anjong Mon Mata, Jumat (23/4/ 2021) sore. “Ada banyak cara yang perlu kita tingkatkan guna mengatasi terjadinya kasus korupsi itu. Salah satunya, yang kita perkuat adalah mengaktifkan kembali keberadaan Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Aceh. Saya meyakini keberadaan komite tersebut akan menciptakan sistem kerja yang jujur dan profesional dan tentu saja bebas dari korupsi,” kata Gubernur.
Untuk diketahui bersama, ide pembentukan Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi ini merupakan gagasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan KADIN, sebagai bentuk komitmen untuk melibatkan lembaga swasta dalam penanggulangan kasus korupsi di semua tingkatan.
“Sangat penting melibatkan lembaga swasta dalam upaya penanggulangan dan pencegahan korupsi, sebab banyak sekali kasus korupsi yang terjadi di Pemerintahan justru melibatkan pihak swasta. Bahkan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tegas menyatakan bahwa korporasi juga bisa didakwa sebagai pihak yang terlibat dalam pidana korupsi,” kata Nova.
Gubernur Aceh menjelaskan, potensi keterlibatan swasta dalam kasus korupsi masih sangat tinggi. Oleh karena itu, dirinya menyambut baik kehadiran dan keterlibatan sejumlah pihak dalam kepengurusan komite ini.
Setidaknya ada empat bidang utama yang menjadi tugas Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Aceh ini, yaitu memfasilitasi komunikasi antara masyarakat dunia usaha dan pemerintah, Menginventarisasi dan membahas isu strategis pencegahan dan pemberantasan korupsi di Aceh.
Selanjutnya, komite ini juga bertugas mensosialisasikan kebijakan Pemerintah berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi di lingkungan masyarakat dunia usaha, serta memberikan saran dan pendapat kepada Pemerintah Aceh terkait solusi pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Dalam beraktifitas, Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Aceh ini bertanggungjawab kepada Gubernur. Oleh karena itu, Gubernur berpesan agar dalam periode tertentu, komite menyerahkan laporan kegiatannya kepada Gubernur Aceh.
Potensi Penyelewengan Masih Tinggi
Sebagaimana diketahui, pada tanggal 26 Maret lalu, Pemerintah Aceh, KPK dan Pemerintahan Kabupaten/kota baru saja menyelenggarakan Rapat Kerja yang membahas langkah-langkah pemberantasan korupsi secara terintegrasi di Aceh.
Dalam pertemuan itu, KPK membahas hasil evaluasi terkait capaian Monitoring Control of Prevention (MCP) untuk pencegahan korupsi di Aceh sepanjang tahun 2020.
Ada delapan area intervensi yang menjadi fokus program MCP, antara lain, Perencanaan dan penganggaran APBA, pengadaan barang dan jasa, manajemen aset daerah, penggunaan dana desa, dan sebagainya. Semua area intervensi itu adalah bidang-bidang yang berpotensi terjadinya manipulasi.
“Hasil penilaian KPK terhadap capaian MCP tersebut, Aceh mendapat nilai agregat 50 persen. Nilai ini mengindikasikan masih tingginya potensi penyelewengan di daerah kita. Hasil evaluasi ini memang bisa saja kita perdebatkan. Tapi lebih baik kita lihat sisi positifnya saja. Mari kita jadikan penilaian KPK ini sebagai early warning, untuk menyiapkan perangkat yang lebih baik dalam mengantisipasi agar korupsi tidak terjadi di Aceh,” imbau Nova.
Oleh karena itu, Gubernur meyakini keberadaan komite ini akan menjadi simbol terjalinnya kerjasama yang harmonis antara swasta dan pemerintah, dalam upaya pencegahan korupsi di Bumi Serambi Mekah. Kehadiran komite ini diyakini dapat meminimalisir potensi terjadinya korupsi, dengan demikian nilai agregat Aceh dalam MCP KPK untuk pencegahan kasus korupsi akan lebih baik lagi di masa mendatang.
“Terima kasih kepada saudara-saudara yang telah berkenan masuk dalam Komite ini. Tugas yang saudara emban ini sangat mulia, karena tidak hanya penting untuk mendukung terciptanya tata kelola Pemerintahan yang bersih, tapi juga bagian dari ibadah. Tentu ini membutuhkan keseriusan dan menuntut kita untuk kerja keras kerja cerdas dan kerja ikhlas dari kita semua, selamat bekerja,” pungkas Gubernur.
Susunan personalia Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Aceh terdiri atas, Dewan Penasehat: Gubernur Aceh, Sekda Aceh dan para bupati dan wali kota se-Aceh.
Dewan Pengawas: Inspektur Aceh, Asisten Administrasi Umum Sekda Aceh, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh, Inspektur kabupaten/kota se-Aceh dan para Ketua Kadin kabupaten/kota. Pada posisi dewan pengurus, Ketua dijabat oleh Ketua Kadin Aceh, Wakil Ketua dijabat oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh.
Kegiatan yang berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat itu, turut dihadiri oleh Wakil Ketua DPRA Hendra Budian, perwakilan Forkopimda Aceh serta Plt Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tgk Faisal Ali.
Comment