by

Najwa Shihab: Literasi Bukan Sekedar Kemampuan Membaca

Jakarta|aksesharian- Duta Baca Indonesia Najwa Shihab mengatakan, literasi selama ini sering diartikan hanya sebatas kemampuan membaca atau mengeja. Padahal literasi itu juga kemampuan menalar.

“Literasi tuh berkait dengan kompetensi kita berpikir dan memproses informasi,” ungkap Duta Najwa Shihab  dalam acara virtual peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) belum lama ini.

Hal tersebut merupakan salah paham (miskonsepsi) pertama yang Najwa amati terjadi di masyarakat. Pasalnya, ia mendapati banyak orang tua berusaha keras mendorong anaknya agar bisa membaca, tetapi tidak memperoleh perlakukan yang sama agar anak memahami substansi bacaan.

Miskonsepsi kedua, menurut Nana -sapaan akrabnya- adalah masyarakat merasa belajar membaca sudah cukup. Akan tetapi, seharusnya manusia membaca untuk belajar sesuatu.

“Membaca untuk belajar itu memerlukan skill atau keterampilan yang jauh lebih kompleks. Kemampuan lintas displin yang menempatkan membaca sebagai alat untuk memahami dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan,” imbuh Najwa Shihab, yang dipilih sebagai Duta Baca Indonesia oleh perpustakaan nasional ini.

Untuk miskonsepsi ketiga, Najwa menceritakan ada orang mengantuk saat sedang membaca. Hal tersebut disebabkan kebiasaan untuk aktif membaca, tetapi tidak menjadi pembaca yang aktif.

Bagi Najwa, Anda tergolong menjadi pembaca yang aktif bila bisa mempertanyakan, memberikan argumen, mengidentifikasi karakter atau isu, sampai mengaplikasikan konsep dalam tulisan pada kegiatan sehari-hari.

Kemudian miskonsepsi keempat, banyak orang merasa membaca merupakan bawaan dari lahir. Padahal sesungguhnya membaca merupakan potensi yang bisa dikembangkan.

“Itu (membaca) sesuatu yang bisa terus-menerus kita kembangkan, asal mau dan asal kita melakukan serangkaian strategi agar kita bisa menjadi pembaca yang betul-betul efektif,” sambung Najwa.

Pada akhirnya, Najwa menegaskan bahwa mengembangkan potensi membaca akan melatih siswa berlatih kritis dan memahami berbagai perspektif. Tantangan literasi digital Menghadapi pembelajaran jarak jauh menjadi fokus perhatian Najwa saat ini untuk tetap mencanangkan kepada masyarakat mengenai gerakan literasi digital. Masalahnya, sebagian besar aktivitas dilakukan melalui internet dan teknologi.

“Percakapan di internet itu pasti betul karena kan yang bikin internet orang pintar, masa salah,” kutip Najwa dari percakapan Bu Tejo dalam film dokumenter berjudul “Tilik”.

Kutipan tersebut merupakan salah satu contoh bagaimana masyarakat harus bisa memilih dan memilah informasi di dunia digital. Dengan mengembangkan kemampuan literasi digital, Najwa berharap masyarakat dapat lebih kritis dan terhidar dari hoaks.

Sebagai tolok ukur, Najwa membagi aspek kritis literasi digital menjadi 3 bagian. Berikut pembagian aspek kritis literasi digital tersebut:

1. Kesadaran Data

Duta Baca Indonesia ini melihat bahwa masyarakat harus sadar saat memasukan data pribadi ke dunia digital. Jangan sampai informasi pribadi yang disebar di internet dapat disalahgunakan oleh orang lain.

“Jadi harus betul-betul berhati-hati untuk upload sesuatu di digital,” jelas Najwa.

Akses menuju data menjadi dimudahkan karena adanya internet. Namun, masyarakat harus memiliki kemampuan mengoptimalkan data yang tersedia untuk kepentingan tertentu.

3. Kemampuan Untuk Fokus

Dalam dunia yang dimudahkan oleh kehadiran teknologi dan internet, masyarakat harus bisa fokus dari distraksi yang diciptakan. Dengan terus fokus, tujuan untuk memperoleh hidup yang baik pun bisa lebih cepat tercapai.Najwa berharap masyarakat, komunitas, dan pemerintah dapat berkolaborasi atau bekerja sama untuk mengubah persepsi atau membongkar paradigma lama yang dimiliki. Alhasil, kemampuan literasi digital akan membuat seseorang mau terus belajar hal baru dan bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan.

 

 

Sumber: RRI

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed