Banda Aceh– Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani, menerima aksi demo puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa dan pemuda Subulussalam (AMPES) di Halaman Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Jumat, 27/12.
Para mahasiswa tersebut meminta agar Pemerintah Aceh meninjau ulang izin hak guna usaha (HGU) lahan perusahaan perkebunan PT MSSB (Mitra Sejati Sejahtera Bersama). Mereka menilai, perusahaan tersebut melakukan sejumlah masalah. Di antaranya, pemakaian lahan di luar batas HGU dan permasalahan CSR.
Saifullah mengatakan, sejumlah aspirasi yang telah disampaikan oleh mahasiswa itu akan segera disampaikan kepada Plt Gubernur Aceh dan juga kepada pihak terkait lainnya yang memiliki wewenang terhadap izin perusahaan.
Pria yang akrab disapa SAG itu mengatakan, dalam rangka menindak lanjuti tuntutan mahasiswa, pihaknya telah membangun koordinasi dengan sejumlah dinas terkait, yakni, Dinas lingkungan Hidup, Dinas Pangan, Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh.
SAG mengatakan, berdasarkan dokumen perizinan, rekomendasi izin operasi dan izin analisis dampak lingkungan (Amdal) perusahaan tersebut dikeluarkan oleh Bupati Aceh Singkil pada tahun 2004 silam, saat itu Subulussalam masih menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Singkil.
“Karena itu, nantinya kami juga akan berkoordinasi dan menyampaikan aspirasi mahasiswa ini kepada pihak pemerintah Kota Subulussalam,” kata SAG.
Ia mengatakan, otoritas pemerintah kabupaten Subulussalam jauh lebih berwenang dibandingkan Pemerintah Aceh terhadap izin perusahaan perkebunan tersebut. Oleh karena itu, ia juga meminta agar mahasiswa Subulussalam itu membangun komunikasi dengan pemkab setempat.
“Plt Gubernur Aceh sangat komitmen terhadap permasalahan lingkungan hidup. Namun dalam hal ini, otoritas Pemerintah Aceh terikat dengan kewenangan kabupaten/kota,” ujar SAG.
Perwakilan DPMPTSP Aceh, Marzuki mengatakan, izin operasinya perusahaan perkebunan tersebut dikeluarkan berdasarkan rekomendasi bupati. Rekomendasi bupati itu, kata dia, disampaikan setelah proses pembebasan lahan dan izin Amdal selesai.
Marzuki mengatakan, untuk perusahaan perkebunan yang juga membangun pabrik, maka lahan yang dimanfaatkan itu harus ditingkatkan dari izin penggunaan lahan menjadi Hak Guna Usaha (HGU). HGU itu dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh.
“HGU itu bukan wewenang Pemerintah Aceh, tapi wewenang BPN,” kata dia.
Marzuki mengatakan, jika perusahaan menggarap lahan diluar batas yang telah ditetapkan berdasarkan HGU dan memantik sengketa, maka yang berhak melakukan pengukuran ulang adalah BPN.
Sementara itu, perwakilan BPN Aceh, Arfath mengatakan, usai mendapatkan tuntutan dari mahasiswa, BPN akan menyurati pihak perusahaan terlebih dahulu berdasarkan tuntutan mahasiswa dalam demo tersebut.
“Nanti kami juga akan meminta keterangan dari pihak perusahaan,” kata Arfath.
Arfath mengatakan, pihaknya akan melakukan pengukuran ulang tapal batas lahan HGU perusahaan itu, setelah pihak masyarakat yang merasa dirugikan dan pihak perusahaan menyepakati jadwal untuk dilakukan pengukuran ulang oleh BPN Aceh.
Comment