Banda Aceh|aksesharian – Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah MT, terus berupaya agar kegiatan-kegiatan strategis peninggalan para pimpinan Aceh terdahulu bisa terus dipacu untuk diselesaikan.
Proyek strategis tersebut mulai dari peninggalan mantan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan, Abdullah Puteh, Irwandi Yusuf hingga Zaini Abdullah.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh Muhammad Iswanto di Banda Aceh, Minggu, 13/9/2020.
“Pak Nova dengan dukungan penuh para bupati dan walikota berkomitmen untuk menuntaskan pembangunan tersebut demi kepentingan hajat hidup masyarakat, walaupun hambatan-hambatan yang bersifat politis terus menerpa,” ujar Iswanto.
Diantara proyek strategis tersebut adalah lanjutan pembangunan rumah sakit regional, Irigasi Sigulai, Kapal Fery, Ruang Jalan yang dulu dinamakan Gadiagalaska, hingga Ongkology.
Rumah Sakit Regional
Iswanto menjelaskan, pembangunan rumah sakit regional sudah dimulai sejak era kepemimpinan Zaini Abdullah dengan skema awal pinjaman. Namun kemudian saat Irwandi-Nova memimpin, pembangunan RSU Regional tersebut tetap dilanjutkan dengan skema menggunakan dana otsus.
Berdasarkan data yang dirilis Iswanto, ada empat Rumah Sakit Regional yang dibangun dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp.1,5 Triliun. Keempat rumah sakit tersebut masing-masing terletak di Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Langsa.
Dari jumlah anggaran Rp 1,5 T tersebut baru terealisasi sebesar Rp. 657 M sampai tahun 2019 dan Rp.103 M untuk tahun 2020. Artinya, untuk menuntaskan pembangunan tersebut Aceh masih membutuhkan Rp. 817 M.
“Adapun tujuan pembangunan rumah sakit regional ini adalah untuk menambah rasio tempat tidur pasien. Hal ini cukup penting mengingat per tahun 2017 rasio tempat tidur pasien adalah 1,66/1.000 penduduk Aceh,” kata Iswanto.
Tujuan selanjutnya adalah guna mendukung beban jumlah pasien yang ditampung Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh serta memperpendek rentang pelayanan kesehatan dengan RSUDZA.
Tujuan lainnya dari pembangunan rumah sakit regional tersebut adalah sebagai pembangunan lanjutan dari apa yang sudah dibangun oleh pemimpin sebelumnya. Selanjutnya adalah guna menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo pada Musrenbangnas 2020 untuk manambah rasio tempat tidur pasien.
Pembangunan Irigasi Sigulai
Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan di Simeulue sebagai daerah kepulauan, maka Nova menggagas pembangunan Irigasi Sigulai yang terletak di Kecamatan Simeulue Barat dengan memanfaatkan sungai sepanjang 8,07 km. Irigasi ini ditujukan untuk penanaman padi dan palawija yang akan digunakan oleh 8 (delapan) desa, dengan Jumlah Petani 1.300 penggarap.
Iswanto mengatakan, sebagaimana irigasi yang ada, pembangunannya selalu bertahap dan butuh waktu lama untuk bisa berfungsi. Maka pembangunannya dilaksanakan dengan sistem tahun jamak yang membutuhkan dana sebesar Rp 178,49 M, dimana pada tahun 2020 ini sudah tersedia dana sebesar Rp 43,24 M.
Dengan berfungsinya irigasi ini diharapkan Simeulue mampu memproduksi gabah 19.850 ton/tahun Swasembada Pangan :80% kebutuhan Simeulue.
Pembangunan Jalan “Ladia Galaska”
Masih menurut Iswanto, Nova Iriansyah juga melanjutkan cita-cita pembangunan Aceh yang dimulai sejak 2002 di bawah kepemimpinan Abdullah Puteh, yaitu Jalan Ladia Galaska. Selama ini pembangunan Ladia Galaska disebut sangat minim dana yang tersedia dan menyebabkan penyelesaiannya sangat lama.
“Misalnya keinginan masyarakat bagian barat dan selatan Aceh akan jalan tembus Lamno – Jantho sebagai jalur alternatif yang tak kunjung terealisasi lantaran curamnya medan yang ada. Perlu dilakukan penurunan level kecuraman agar layak dilalui kendaraan. Padahal pembangunan jalan itu sudah dicita-citakan sejak tahun 80-an,” katanya.
Ladia Galaska memiliki empat belas ruas jalan yang sangat penting bagi pembangunan Aceh. Berikut ini keempat belas ruas jalan tersebut serta besaran anggarannya:
1. Jantho–Aceh Jaya (40 km); Total biaya 148,40 M; 32,4 M (2020); AC-BC 8 km; galian biasa (1.148.146 m3); batu lunak (121.100 m3); box 10 unit; bronjong (2.000 m2); drainase (2.560 m3)
2. Sp.Tiga Redelong–Pondok Baru–Samar Kilang (60 Km); Total biaya 252 M; 20 M (2020); AC-BC 18 km; AC-WC 60 km;
3. Batas Gayus–Babah Roet = 28,4 Km; Total biaya 125,3 M; 19 M (2020); AC-BC 4,7 km; AC-WC 28,4 km; box 4 unit; bronjong/TPT (4.766 m3); drainase (5.692 m3).
4. Trumon–Bts.Singkil (Segmen 1) = 36,6 km; Total biaya 139 M; 24,8 M (2020); AC-BC 11,6 km; AC-WC 36,6 km; bronjong/TPT (4.997 m3); box 21 unit; saluran (10.000 m2).
5. Trumon–Bts.Singkil (Segmen 2) = 16,6 km; Total biaya 139 M; 21,2 M (2020); AC-BC 16,6 km; AC-WC 16,6 km; bronjong/TPT (6.570 m3); box 21 unit; drainase (5.450 m3).
6. Sinabang-Sibigo = 105,8 Km; Total biaya 83 M; 11,6 M (2020); AC-BC 13 km; AC-WC 13 km.
7. Nasreuhe–Lewak-Sibigo= 141,38 Km; Total biaya 165 M; 19,4 M (2020); AC-BC 24 km; AC-WC 24 km.
8. Peureulak–Lokop–Batas Gayus (Segmen 1)= 42 km,Total biaya 201 M; 29,7 M (2020); AC-BC 22,5 km; AC-WC 20,81 km, box 10 bh, drainase 2.406 m3; Bronjong/TPT 14.769 m3
9. Peureulak–Lokop–Bts.Gayus (Segmen 2) = 41 km; Total biaya 205 M; 29,71 M (2020); AC-BC 30 km; AC-WC 28,6 km; box 20 unit; saluran 1.512 m3; bronjong/TPT (4.149 m3);
10. Peureulak–Lokop–Bts.Gayus (Segmen 3)= 27,4 km; Total biaya 223,6 M; 29,71 M (2020); AC-BC 27,4 km; AC-WC 27,4 km; box 7 unit; TPT (5.757 m3); drainase (3.232 m3).
11. Bts Atim–Pining-Blangkejeren = 61,4 Km; Total biaya 181,8 M; 25,8 M (2020); AC-BC 20,4 km; AC-WC 22,6 km; bronjong/TPT (6.415m3); drainase (7.476 m3), beton K250 (2.234 m3).
12. Bts ATim–Kota Karang Baru = 41,3 km; Total biaya 69,8 M; 25 M (2020); AC-BC 14,3 km; box 8 unit.
13. Blangkejeren–Tongra–Bts.Abdya = 91,3 Km; Total biaya 396 M; 32,7 M (2020); AC-BC 41,9 km; AC-WC 90,2 km; bronjong/TPT (1.350 m3); box 20 unit; drainase (46.371 m3).
14. Bts Asel–Kuala Baru–Singkil–Telaga Bakti (P.045.13) = 42 Km; Total biaya 72,6 M; 25 M (2020); AC-BC 28,9 km; urpil 28,95 km; psngn batu (1.207 m3).
Iswanto menjelaskan, keempat belas ruas tersebut dan juga irigasi Sigulai sudah memiliki Kesepakatan Bersama dengan DPRA MoU No:903/1994/MoU/2019 Tgl 10 Sept 2019.
Ongkology
Ongkology adalah Pusat Rujukan kanker untuk Provinsi Aceh. Selama ini para pasien dirujuk ke Jakarta dengan waktu tunggu 3-6 Bulan untuk kepentingan Radiasi dan Pasien membayar ongkos penginapan.
Dengan adanya ongkology di Aceh akan berdampak pada kecepatan penangan pasien (waktu tunggu menjadi pendek), dan biaya lebih murah ( Tidak ada biaya hidup tambahan). Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan ongkology ini berkisar Rp. 242 M.
“Sangat disayangkan jika proyek ini tidak didukung semua pihak, mengingat untuk kepentingan penderita kanker yang semakin hari semakin meningkat,” kata Iswanto.
Iswanto menjelaskan, tender pembangunan ongkology sebelumnya pernah gagal dan kemudian dilelang ulang dan digugat, padahal Pemerintah Aceh tetap ingin agar rekanan yang mengerjakan Ongkology ini adalah yang profesional.
Kegiatan ini juga dilaksanakan secara tahun jamak agar dapat difungsikan secepatnya. Kesepakatan bersama antara Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh tentang pekerjaan Pembangunan & Pengawasan beberapa proyek melalui penganggaran Tahun Jamak (Multiyears) Tahun Anggaran 2019 – 2021 tertuang dalam kesepakatan kerjasama Nomor : 14/MoU/2018 tanggal 26 Agustus 2018.
Kapal Fery
Dalam upaya penyediaan angkutan laut yang refresentatif, Pemerintah Aceh membangun tiga unit kapal fery rute Lintas Pantai Barat – Simeulue (1300GT) senilai Rp. 77,25M (34,7M + 42,5M).
Lintas Ulee Lheue – Balohan (1100GT) dengan nilai Rp. 61,8M (27,8M + 33,99M) dan Lintas Singkil – Pulau Banyak (600GT) dengan nilai Rp 41,2M (18,5M + 22,6M).
Tujuan atau dampak yang diharapkan dari pembangunan kapal fery ini adalah untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah, peningkatan konektivitas antar kepulauan, hingga untuk kemajuan sektor pariwisata dan pengiriman logistik.
Ketiga Fery ini yang diberi nama KMP. Aceh Hebat – I, KMP. Aceh Hebat – II, dan KMP. Aceh Hebat – III juga dilaksanakan tahun jamak, dengan Kesepakatan Bersama Pemerintah Aceh dan DPRA No. 14/MOU/2018 – 2688/2018 Tanggal 28 November 2018.
Pembatalan Sepihak
DPRA ingin agar kegiatan ini dibatalkan dan sudah diterbitkan Surat Keputusan Ketua DPRA, dengan alasan Proyek Multiyears tidak berdasarkan persetujuan/rekomendasi komisi terkait dan tanpa paripurna DPRA dan bahkan telah dibatalkan melalui rapat paripurna DPRA.
Padahal, berdasarkan pasal 92 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah no. 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyatakan bahwa Kegiatan Tahun Jamak atau MYC harus mendapatkan Persetujuan Bersama Kepala Daerah dan DPRD dan ditanda-tangani bersamaan dengan penanda-tangan KUA dan PPAS dan tidak melampaui masa jabatan kepala daerah dan RPJMA.
Kesepakatan bersama tersebut telah ditandatangani oleh 4 (empat) pimpinan DPRA (Muhammad Sulaiman, SE. M.S.M, Dalimi, SE. Ak, Teuku Irwan Djohan, ST, Drs. H. Sulaiman Abda, M.Si) dan Gubernur Aceh dalam Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Aceh dan DPRA Nomor 903/1994/MOU/2019 tentang Pekerjaan Pembangunan dan Pengawasan Beberapa Proyek Melalui Penganggaran Tahun Jamak (Multi Years) TA 2020 – 2022, tanggal 10 September 2019.
Kesepakatan bersama ini sesuai dengan ketentuan Pasal 54A ayat (3) Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa penganggaran kegiatan tahun jamak berdasarkan atas persetujuan DPRD yang dituangkan dalam nota kesepakatan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD.
Secara ketentuan tidak dikenal pembatalan kesepakatan bersama secara sepihak, baik dalam rapat paripurna maupun bukan dalam rapat paripurna.
Dalam hal ini, mekanisme sebuah perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa syarat sahnya perjanjian adalah :
1). Kesepakatan para pihak;
2). Kecakapan;
3). Suatu hal tertentu; dan
4). Sebab yang halal.
Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, ke 4 (empat) syarat perjanjian Kesepakatan Bersama proyek Multi Years 2020-2022, telah terpenuhi syarat subjektif dan objektif.
a. Sebuah perjanjian dapat dibatalkan dan batal demi hukum yaitu:
1) Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif (kesepakatan para pihak dalam perjanjian dan kecakapan para pihak dalam perjanjian), maka perjanjian tersebut “DAPAT DIBATALKAN”. dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu, perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).
2) Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif (Suatu hal tertentu dan sebab yang halal) maka perjanjian tersebut adalah “BATAL DEMI HUKUM”. Batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
b. Kesepakatan bersama proyek Multi Years 2020-2022, Ditanda Tangani Bersamaan dengan KUA/PPAS sudah menjadi bagian dari QANUN APBA 2020—bagian paripurna APBA, telah dimasukkan ke dalam Rancangan Qanun APBA 2019 dan sudah dilakukan evaluasi oleh Kemendagri melalui Kepmendagri Nomor 903–5297 Tahun 2019. Selanjutnya telah dibahas dan disetujui bersama antara Gubernur Aceh dan DPRA, serta telah ditetapkan menjadi Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2019, tanggal 9 Oktober 2019.
c. Bentuk Kesepakatan Bersama yang sudah ditanda-tangani secara adigium hukum adalah “Perjanjian adalah UU Bagi Para Pihak”
d. Pembatalan dengan SK Pimpinan DPRA
e. 7.Ke12 Ruas sudah lama dibangun ada yang sejak tahun 1980, MYC dalam upaya percepatan dan ketersediaan dana dalam jumlah cukup.
Meskipun telah dibatalkan melalui keputusan DPRA Nomor 12/DPRA/2020 tanggal 22 Juli 2020 tentang Pembatalan Pembangunan dan Pengawasan Beberapa Proyek Melalui Penganggaran Tahun Jamak (Multiyears) Tahun Anggaran 2020-2022, namun Pemerintah Aceh tetap menjalankan proses pelelangan proyek tersebut.[]
Comment