Banda Aceh|aksesharian – Tokoh Aceh meminta Pemerintah segera merealisasikan secara utuh UUPA, sehingga Pemerintah Aceh memiliki kewenangan sebagaimana mestinya.
Salah satu tokoh Aceh yang menyuarakan supaya UUPA direalisasikan secara utuh adalah Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Prof. Farid Wajdi Ibrahim.
Farid menyampaikan hal tersebut dalam pertemuan dengan Tim Pemantau Pelaksanaan Otonomi Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Ruang Serbaguna Kantor Gubernur Aceh, Senin, 23 November 2020.
Menurut mantan Rektor UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh itu, UUPA belum dapat dijalankan sepenuhnya, hingga belum memberi manfaat secara konkrit dan optimal bagi masyarakat.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh (UUPA) menjadi hasil dari kesepakatan damai Aceh. Sebagian dari butiran undang-undang tersebut mulai diimplementasikan, namun ada juga sebagian lainnya belum dapat direalisasikan.
Menurut Farid, pertemuan-pertemuan dan audiensi serupa sudah kerap kali dilaksanakan, namun selalu tidak membuahkan hasil yang konkrit.
“Sudah 100 kali pertemuan dilakukan, namun masih dengan hasil yang sama, padahal ketentuan dalam UUPA merupakan persyaratan perdamaian,” ujar Farid.
Selain itu, ia juga meminta agar zakat sebagai pengurang pajak penghasilan juga segera dilegalkan. Selama ini zakat penghasilan 2,5 persen yang dibayar muzakki (wajib zakat) belum dapat mengurangi pajak penghasilan. Sehingga muzakki di Aceh harus membayar ganda pajak penghasilan 15 persen ditambah lagi zakat 2,5 persen.
Padahal, terkait hal itu telah dituangkan dalam Pasal 192 UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Namun sejak UUPA disahkan tahun 2006 belum dapat dilaksanakan, dengan alasan UU tersebut bertentangan dengan UU Pajak Penghasilan. Sehingga implementasi zakat sebagai pengurang pajak penghasilan masih belum bisa diterapkan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI M. Aziz Syamsuddin, menyampaikan terkait masukan- masukan dan informasi yang disampaikan tersebut akan ditampung dan akan dibahas kembali kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak.
“Seperti pajak nanti kita akan rapat kembali dengan Menteri Keuangan. Bahwa secara undang-undang nasional konversi antara pembayaran zakat mal 2.5 persen bisa dikonversi, tapi saya dapat masukan bahwa di Aceh tidak selaras dengan UU No.41 tahun 2004 berkaitan dengan Kementerian Agama,” ujarnya.[]
Comment