by

Irjen Pol Dr. Agung Makbul Silaturahmi dengan Wali Nanggroe Aceh di Medan

Medan – Belakangan ini, nama Irjen Pol Dr. Agung Makbul, Drs., S.H., M.H. menjadi perbincangan hangat masyarakat Aceh, karena sering melakukan berbagai kegiatan dan kunjungan di Aceh serta melakukan silaturrahmi dengan sejumlah tokoh Aceh.

Di berbagai media pun nama Dr. Agung Makbul bermunculan, karena beberapa Tokoh Aceh hingga Ulama Aceh mendambakan dirinya dan dianggap layak untuk menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Aceh menggantikan Nova Iriansyah yang akan berakhir masa tugas pada 5 Juli 2022 mendatang.

Dalam kunjungan Dr. Agung Makbul beberapa hari ke Aceh, sangat menyentuh hati masyarakat, terlihat saat memberikan khutbah Jum’at kemarin di Majid Raya Baiturrahman, dirinya dikagumi para jamaah.

Dapat disimpulkan bahwa, Dr. Agung Makbul dianggap bukan orang baru di Aceh, karena begitu dekat hubungan dengan tokoh dan ulama Aceh serta begitu di cintai oleh masyarakat Aceh.

Setelah bergerak dari kota Langsa, malam ini, Sabtu (18/06/2022), Dr. Agung Makbul bersilaturahmi dengan Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Al Haythar di Medan, Sumatera Utara dalam rangka membahas perkembangan UUPA ke depan situasi Politik, Ekonomi, pembangunan Aceh dan situasi Kamtibmas ke depan.

Sepenggal Kisah Jenderal Santri, Irjen Pol Dr. Agung Makbul, Drs., S.H., M.H.

Dikenal sebagai Jendral Santri, saat ini dirinya Menjabat sebagai Staf Ahli Menko Polhukam Bid. Ideologi juga Sekretaris Satgas Saber Pungli, bagaimana sosok Dr. Agung Makbul??

Pria kelahiran Cirebon, pada 6 Mei 1964 dan berdarah Pasundan, Dr. Agung Makbul menyebutkan, Ia memiliki sedikit pengetahuan yang ingin diamalkan serta disampaikan kepada orang banyak.

“Ilmu yang tidak diamalkan, seperti pohon tanpa buah,” ujar Agung.

Agung dikenal sebagai Jenderal Santri dilingkungan kerjanya. Pembawaan sifatnya yang kalem, murah senyum dan terbuka dengan siapa saja yang ditemuinya.

Bahkan saat berbincang dengan Agung, dinilai juga sangat mengasyikkan, karena memahami banyak hal tanpa terkecuali dalam urusan agama.

Agung kerap didaulat menjadi imam saat melaksanakan salat berjamaah di kantornya, tepatnya kawasan Komplek Kementerian Polhukam, Jakarta.

Bahkan Ia diamanahkan menjadi Ketua Badan Kemakmuran Masjid di areal tempat tinggalnya kawasan Cibubur, Jakarta.

Agung tinggal di komplek Madsrasah yang dibangun dan dibesarkan ayahnya di Cirebon, Jawa Barat. Dimana, daerah tersebut juga dikenal sebagai kota santri.

Haji Turmuzi, sosok ayah (abah) Agung yang juga merupakan mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia Wilayah Cirebon dan seorang pendidik. Beliau dikenal sebagai alim ulama cukup dikenal dikalangan masyarakat Cirebon.

Haji Turmuzi juga dikenal sebagai Kemit di makam Sunan Gunung Jati. Dimana saat itu, Ia menikahi bekas muridnya, Hajjah Arseni yang berasal dari Kuningan, kabupaten yang berjarak sekitar 60 kilometer dari Cirebon.

Dari hasil pernikahan itu, pasangan suami istri (Pasutri) tersebut dikaruniai 10 orang anak. Agung merupakan putra bungsu dari Pasutri tersebut.

Sebagai anak terakhir. Sejak kecil, Agung selalu mengikuti jejak saudara-saudara yang lebih tua. Usai Magrib, mereka biasa berkumpul dengan anak-anak lain yang tinggal di sekitar madrasah untuk mengaji.

Sosok Abahlah yang memberikan banyak pengetahuan kepada Agung. Beliau mengajarkan pentingnya pengetahuan dan akhlak mulia.

Lewat didikan Abah pula Agung berhasil menyabet penghargaan sebagai qari. Bahkan menurut Agung, semua itu ditempa dalam waktu yang lama, sejak dia berusia dini.

Kerja keras Agung sejak kecil hingga lulus SMA, kemudian dia dinyatakan lulus AKABRI meski tidak bisa memilih matra yang diinginkannya yakni angkatan udara. Agung malah ditunjuk untuk masuk ke Kepolisian.

Abah tidak hidup untuk menyaksikan anak bungsunya masuk ke kawah candradimuka itu. Sebelum Agung lulus, pada Januari 1983, Abah meninggal dunia.

Kepergian Abah menguatkan pilihan Agung, hingga akhirnya dia lulus dari pendidikan Kepolisian.

Persentuhan Agung dan Aceh dimulai setelah lulus dari Akabri Kepolisian. Agung ditugaskan sebagai Kepala Kepolisian Sektor Kebayakan Kota, di Takengon, Aceh Tengah. Saat itu, Aceh terbagi menjadi tujuh kabupaten.

Di Aceh pula Agung menemukan belahan jiwanya, Narminda, dara kelahiran Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.

Bak pepatah asam di gunung garam di laut. Agung, yang bertugas di Dataran Tinggi Gayo, membawa delegasi Aceh Tengah pada Pekan Kebudayaan Aceh, dan Narminda, yang membawa kontingen Aceh Barat, bertemu di Banda Aceh.

Keduanya saling jatuh cinta. Agung meminta ibu dan abangnya datang ke Aceh untuk melamar Narminda.

Mereka menikah di Meulaboh dan pasangan ini dikaruniai dua anak. Tidak lama kemudian, Agung pindah tugas ke Pidie sebagai Kasat Lantas sebelum dipindahkan ke Banda Aceh sebagai Kasat Sabhara.

Setelah menjalani pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dan meraih gelar doktorandus, Agung ditugaskan di Sumatera Selatan.

Beberapa tahun kemudian, Agung dipercayakan sebagai Kapolres Timika. Penempatan itu sempat ditolak oleh masyarakat setempat. Mereka tidak mau dipimpin oleh Agung yang beragama Islam.

Namun dengan pendekatan yang tepat, Agung berhasil meluruhkan perasaan warga Timika. Setiap Ahad, dia mendatangi sekolah minggu yang untuk umat Kristen.

Agung memutar video edukasi tentang pentingnya mencegah penularan HIV, dan mencegah warga Timika mengidap AIDS.

Para pemuka agama, yang awalnya menolak mulai merasakan manfaat Agung di Timika. Bahkan mereka berulang kali meminta agar tidak dipindahkan dari daerah itu.

Akhirnya, setelah tiga tahun bertugas dan ribuan kali penjelasan kepada masyarakat Timika, bahwa dia harus meninggalkan daerah itu sebagai konsekuensi karier, Agung dilepas.

“Saya ditandu dari kantor menuju bandara oleh ribuan orang. Arak-arakannya persis pesta perkawinan,” kata Agung.

“Saat itulah saya merasakan bahwa kekayaan sebenarnya itu adalah, saat kita bisa memberikan hal-hal yang baik, terutama ilmu pengetahuan, kepada orang lain dengan setulus hati,” tambahnya.

Karena itu, dia tidak ragu saat ditunjuk untuk mendidik para polisi dan bergelut di bidang hukum, sebuah jabatan yang banyak dihindari karena dianggap tidak prestisius.

Teladan yang ditunjukkan Abah semasa hidup kepada Agung membekas kuat dan mendorongnya untuk terus menularkan ilmu pengetahuan.

Bahkan saat ini, Agung tercatat sebagai dosen dibanyak perguruan tinggi dan masih aktif mengajar.

Tidak hanya di ruang kelas, Agung juga kerap memberikan ceramah agama dan khutbah. Lewat mimbar Jumat dan forum-forum pengajian, Ia menyampaikan tentang pentingnya mencintai negara dan makhluk hidup di dalamnya.

Kepada banyak orang yang dia jumpai, Agung selalu mengajak untuk menjadi manusia yang menjadi rahmat bagi alam semesta.

Bahkan Agung dapat disebut, sebagai pioneer polisi santri yang saat ini mulai didorong keberadaannya oleh kepolisian.

Dalam banyak kesempatan, dia menggunakan waktu untuk bersilaturahmi dengan orang-orang alim. Tidak terkecuali saat berkunjung ke Aceh.

Dia mengaku betah berada di Aceh. Bahkan menurutnya Aceh adalah daerah yang memiliki banyak keberkahan karena doa para ulama.

Bagi Agung, Aceh adalah negeri yang diceritakan dalam Alquran, negeri dengan kekayaan alam melimpah dan rakyat yang bersyukur.

Dalam sebuah pertemuan dengan tokoh dan ulama Aceh, pihaknya mengharapkan kepada Presiden Joko Widodo melalui Mendagri agar memberikan kepercayaan kepada Dr. Agung Makbul untuk memegang Kendali Pj Gubernur Aceh, supaya dapat menjaga stabilitas Kantibmas menjelang Pemilu dan Pilkada tahun 2024 mendatang. (r).

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed