by

Pengabdian Kepada Masyarakat Kerjasama LPPM-STIK, BKSDA, Dinas Tenaga Kerja & Mobilitas Penduduk Aceh, Fauna Flora Internasional

Pengabdian Masyarakat LPPM-STIK Untuk Keberlangsungan Satwa Liar, Biodiversity dan Ekonomi Produktif di UPT Paya Guci, Kec. Tangse, Kab. Pidie, Provinsi Aceh. (Kerjasama LPPM-STIK, BKSDA, Dinas Tenaga Kerja & Mobilitas Penduduk Aceh, Fauna Flora Internasional)

Pidie (5/12) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (LPPM-STIK) melakukan pengabdian masyarakat di Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Paya Guci Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat diwujudkan melalui kerjasama Pemerintah Aceh, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan Fauna Flora Internasional (FFI) dalam menyusun kerangka kerja upaya mitigasi konflik satwa liar di UPT Paya Guci terutama Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus). Rangkaian kegiatan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari, mulai 2-4 Desember 2020.

Upaya mitigasi untuk menurunkan konflik satwa liar dengan manusia di lakukan secara partisipatif dengan pelibatan langsung masyarakat transmigrasi. Kehadiran LPPM-STIK, BKSDA Aceh, Pemerintah Aceh (dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh) dan Fauna Flora Internasional, diawali dengan membuka ruang diskusi bersama masyarakat pemukiman transmigrasi. Tujuannya untuk mendengarkan secara langsung pengalaman masyarakat berinteraksi dengan satwa liar di sekitarnya. Boyhaqi salah satu staf FFI yg selama ini terlibat langsung dalam penggiringan Gajah di kawasan tersebut, menyakinkan bahwa daerah UPT Paya Guci merupakan salah satu daerah yg sering terjadi konflik satwa liar terutama Gajah. Gajah masuk dan memporak-porandakan kebun masyarakat, bahkan terus mendekat hingga merusak pagar halaman rumah penduduk. Lebih rinci petugas konservasi itu mengutarakan bahwa, selain Gajah Sumatera ada beberapa satwa liar dilindungi lainnya yang menjadikan batas terluar areal pemukiman transmigrasi ini menjadi wilayah jelajah mereka (Homerange), yaitu seperti Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Beruang Madu (Helarctos malayanus) dan Macan Dahan (Neofelis diardi diardi). Keberadaan satwa liar tersebut juga diperkuat oleh penjelasan masyarakat penduduk UPT, bahwasanya mereka (satwa liar) memang ada berkeliaran di daerah terluar transmigrasi. Hal tersebut di karena kawasan mereka langsung bersinggungan dengan hutan alam liar yang berstatus sebagai fungsi lindung.

Selanjutnya rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah memperkuat kelembagaan masyarakat dengan membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk penanggulangan gangguan satwa liar. Dalam pembentukan kelompok, turut melibatkan perangkat Desa Paya Guci dan Kepala UPT Paya Guci. Sebanyak 20 orang masyarakat transmigrasi ikut dalam kelompok yang di dalamnya ada keterwakilan unsur perangkat desa Paya Guci, Ka.UPT Paya Guci, pemuda dan tokoh orang tua yang paham kondisi wilayah hutan sekitar.

Kelompok yang sudah terbentuk selanjutnya mengikuti pembekalan dan pelatihan mitigasi konflik satwa liar. Dalam rangkaian pelatihan, Kamarudzaman, S.Hut, M.H Sebagai Kepala Seksi Konservasi Wil. I BKSDA Aceh selaku instansi vertikal yang membidangi konservasi satwa liar Kementerian LHK, turut memberikan materi tentang peraturan perundangan dan dinamika satwa liar dengan masyarakat Aceh. Sejak tahun 2017, intensitas konflik Gajah terus meningkat akibat dari habitat yang ter-fragmentasi dan terus semakin menyempit. Sesi ini menyita banyak waktu karena adanya umpan balik dari masyarakat atas pengalaman BKSDA, sehingga sesi saat itu menjadi kualitas. Sedangkan dari LPPM-STIK, Dr. Ir. Cut Maila Hanum M.P menerjemahkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara satwa liar, tumbuhan dan masyarakat di sekitarnya. Modal sosial menjadi faktor utama melakukan upaya mitigasi konflik satwa dengan manusia. Adanya saling menjaga, membatasi serta mengutamakan kerjasama kelompok dalam penanggulangan dan penanganan gangguan satwa liar adalah prinsip. Di akhir sesi, FFI dengan tim Teresterial memberikan paparan tentang etika dan kode etik penghalauan dan penggiringan Gajah liar. Sesi ini banyak menghabiskan waktu untuk melakukan simulasi lapangan bagaimana penghalauan dan bagaimana penggiringan Gajah liar.

Hasil kegiatan ini nyata meningkatkan pengetahuan dan motivasi masyarakat tentang upaya mitigasi konflik satwa di UPT Paya Guci. Hal ini bisa dilihat dari antusias dalam berdiskusi dan disiplin waktu anggota kelompok yang baru terbentuk dalam mengikuti rangkaian kegiatan.

Acara ditutup secara simbolis oleh Dinas Tenaga Kerja & mobilitas Penduduk Aceh, Ir. Samsul Kamal, yang pada pidato singkat menyampaikan pengharapannya agar lahirnya kondisi UPT, dimana satwa liar dapat hidup berdampingan dengan batas terluar areal transmigrasi dan 90 KK (Kepala Keluarga) masyarakat yang sudah menempati UPT Paya Guci Gampong Paya Guci Kecamatan Tangse, Pidie dapat meningkat ekonomi nya dari komoditi andalan yang saat ini sudah menghasilkan seperti Kopi (Robusta), Jagung, Pinang yang dikembangkan tanpa gangguan satwa liar.

Di kesempatan berikutnya Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan akan melakukan riset dan penelitian ilmiah mahasiswa yang locusnya di UPT Paya Guci untuk mempertahankan ekosistem dan biodiversity serta ekonomi produktif. Kegiatan tersebut akan dikemas menjadi bagian dari lanjutan pengabdian masyarakat, sebut Ismed Ramadhan S.Hut, M.P yang di luar kapasitasnya sebagai moderator kegiatan, beliau juga Wakil Ketua III bidang Kemahasiswaan dan Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Tgk.Chik Pante Kulu di Darussalam, Banda Aceh.

Galeri Photo

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed